Sabtu, 12 Maret 2022

Hai Hello!

 Hai!!!?

Sudah berapa lama semenjak tulisanku terakhir terpublish? Hmmm, mungkin sudah hampir 2 tahun kukira. Semenjak kutulis cerita awal kamu dan aku dipertemukan semesta, hingga kini sudah beranak dua. Lama sekali rasanya. Selama itu pula semakin banyak cerita tentang kita yg ingin kuabadikan. Namun, sekedar untuk mengingat kelanjutan cerita “part 1” saja aku harus mengenang dan membuka halaman yang mungkin ada sebagian tinta pudar diatasnya. Sehingga ada banyak hal yg kulewatkan untuk dibagi.

Lepas dari hal itu, cerita yg ingin kubagikan itu. Aku mencoba lagi untuk mau menulis. Entah apa yang akan kutulis kali ini. Aku masih sangat meraba lagi. Kosakataku mulai menipis, kemampuanku menyusun kalimat semakin payah. Ingin sekali rasanya bisa mengalir menulis apapun itu tentang kita. Tapi aku pula yang menolak untuk tidak menuliskan semua secara gamblang.

Haaahhh, sudahlah.

Saat ini mungkin aku hanya memberi kabar saja.

Selamat menjalani hidup dan kehidupan yang saat ini masih tidak baik-baik saja. Dunia masih sama, belum sembuh dan aku pun belum sepenuhnya menjadi wanitamu yg kau anggap paling berpengaruh. Karena aku, aku selalu merasa kurang untukmu yg kuanggap “luar biasa”.

Sabtu, 02 November 2019

Kamu, Aku, Pagi (part 1)

Gita Pagi Madhuswara ... 
Sebelum muncul dan terlahir ke dunia. Nama itu tidak pernah terpikirkan sama sekali akan secepat ini hadir di antara aku dan kamu. Seorang bayi perempuan nan lucu menggemaskan dengan paras yg tak jauh berbeda dari kamu. Setelah 4 bulan lebih aku mengambil peranku sebagai seorang ibu, aku ingin mengenang beberapa kisah sebelum kamu dan aku menjadi keluarga kecil lengkap dengan Pagi diantara kita.

Sekitar tahun 2016 atau sekiranya 3 tahun yg lalu, aku bertemu denganmu tanpa ada tegur sapa yg bermakna. Kala itu aku menemani kawan sekampusku yg kebetulan memilih bidang seni tari bersama. Dia memintaku untuk sekedar berbincang melepaskan segala keluh kesah. Tepat di warungmu, warung kopi di sebrang gerbang kampus dimana aku berstatus menjadi mahasiswanya, yg aku sendiri tidak menyadari keberadaannya, sebelum kawanku itu menunjukkan dan mengajakku kewarungmu atau yg lebih familiar dengan sebutan Setjangkir Kopi. Kami memesan minuman di warungmu seperti pembeli biasa pada umumnya, akupun hanya mendengar dia mengatakan “yang biasanya aja”, pikirku dia sudah menjadi pelanggan tetap di warungmu sedari kamu memulai usahamu itu. Hingga selang beberapa waktu lamanya kami berbincang, aku masih belum menyadari kalau kamu adalah kekasihnya yg sedikit sekali dibahas malam itu. Sampai siang harinya di kampus, aku bertanya “lha yg di maksud semalem itu siapa?”. Dengan tersipu malu ia menjawab “Dia yg punya warung, mas Tyo itu”.

Selang beberapa hari kami bertemu di warungmu lagi, kali ini kami datang dengan alasan ingin menghias jemari tangannya lewat goresan henna yg kumiliki. Tak lupa perbincangan khas para wanita menemani malam kedua kami di warungmu itu. Kali ini aku sudah mulai mengerti dan memahami kalau aku hanya menemaninya untuk sekedar menyapamu dan menyemangatimu bekerja. Kamupun mulai membuka interaksi dengan menyambangi meja kami dan melihat apa yg sedang kami lakukan sambil sesekali mengambil gambar untuk kamu abadikan di sosial media demi kepentingan usahamu itu. Akupun merespon dengan gurauan gurauan yg bernada menggoda kalian berdua. Sampai waktunya untuk kembali ke kontrakan, aku meninggalkan dia di warungmu. Sepertinya dia masih rindu padamu saat itu.

Lama sudah aku tak diminta menemaninya ke warungmu, sampai suatu pembahasan penting mengenai paguyuban harus segera kami diskusikan, aku menyarankan untuk berkumpul di warungmu saja. Selain tempat yg memungkinkan, aku yakin kawanku itu atau sebut saja mbak Niki dengan suasana senang hati untuk bergabung. Malam itu kami hanya pembeli biasa yg tak mengenal pemiliknya.

Hari demi hari dia selalu menceritakan bagaimana kamu dan bagaimana hatinya, akupun ikut bahagia dan memberinya pujian atas hubungan kalian. Dia ceritakan bagaimana hebatnya kamu dan perjuanganmu. Aku yg saat itu masih memiliki pacar hanya menyimak semua kalimat yg ia ucapkan. Tak begitu ingin tahu hubungan kalian karna itu rahasia kalian. Jadi, sebagai kawan yg baik, aku berusaha menjadi pendengar yg baik agar akupun bisa ia dengarkan.

Jam makan siang saat itu adalah jam jam memungkinkan untuk kami bertemu di kantin, saat itu pula ternyata ia tidak ada jam kuliah lagi. Setelah saling menyapa, kami sedikit berbincang, beberapa menit kemudian kamu datang menjemputnya lengkap dengan keromantisanmu yang membawakan helm untuknya. Pikirku, dia pasti bahagia bersamamu. Oleh karenanya aku tak ingin tahu apa apa kecuali dia bercerita sendiri tentang hubungan kalian.

Masih pada jam makan siang yg sama dengan hari yg berbeda, aku pun baru sadar dan tahu bahwa kamu mahasiswa di kampus yg sama walau berbeda jurusan. Aku bersama kawanku sekelas, kebetulan memergoki kalian berdua sedang makan siang di kantin. Belum habis ice cream yg kumakan, tetiba saja kamu berpamitan mendahului aku dan kawan kawanku. Kamu pun meninggalkan kekasihmu yg belum selesai menyantap makan siangnya. Sempat terdengar dari mulutnya “biasa gitu dia, yg penting uda nemenin aku makan.” Romantis sekali, kataku dalam hati tanpa ada maksud iri karena pacarku tak berada di kampus yg sama.

Seingatku, itu adalah terakhir aku berjumpa dengannya dan kamu sebelum ternyata warungmu sudah berpindah lokasi.

Kali ini aku yg merindukan minuman di warungmu itu, kucari alamat warungmu dan bertanya padanya. “kamu disana kan? yauda, nanti aku kesana.” Aku malu kalau harus datang sendiri ke warungmu tanpa dia, karna kebetulan selalu ada yg harus dibahas mengenai paguyuban tari kami. Seperti biasa, kami ngobrol ketawa ketiwi, memesan minuman dan sesekali kau beri gurauan untuk menggoda wanitamu itu. Entah berapa kali kami bertemu dan berbincang bincang lama di warung kopimu itu. Hingga aku mengenal beberapa tamu langganan mu yg sampai sekarang aku masih mengingat betapa tamu-tamu mu itu mengasyikkan. Aku ingat pertama berbicara panjang dengan Om Putra di sana. Bercanda kemudian sesekali berbicara tentang buku atau hantu. Lalu kamu hanya sesekali bergurau menanyakan kekasihku. Sedangkan kamu menunjukkan kecintaanmu terhadap dia di depanku.

Semakin hari aku semakin berani untuk datang sendiri tanpa dia. Akupun tersadar, belakangan ini dia jadi jarang terlihat di warungmu. Ah mungkin dia sedang sibuk dengan kuliahnya. Namun, beberapa hari setelah itu, dia bercerita tentangmu yg membuat aku tak percaya. Walaupun sedikit tak percaya, aku tetap berusaha menenangkan dan mendengarkan semua ceritanya tentangmu. Aku mencoba membuat dia merasa lebih baik, karena saat itu kami sedang dalam persiapan acara untuk malam harinya. Kalau dia dalam keadaan yg kacau, aku yakin semua juga akan berantakan. Benar saja, seusai bertugas, dia menangis sejadi jadinya. Bicara tentang kamu yg buruk-buruk dan aku pun kembali hanya bisa menenangkan, karena aku tak mengenalmu dengan baik kala itu. Hanya sekedar tahu dan berbicara seperlunya ketika di warung, sebagai penjual dan pembeli saja.

Sedikit cerita yang aku dapat dari dia, kamu suka bermain dengan wanita. Kamu dengan lingkunganmu yang semuanya wanita. Mungkin dia cemburu, tapi aku tidak sepakat. Bisa saja kan wanita wanita itu hanya rekan kerjamu dilihat dari cara mu memperlakukan dia, aku pikir kamu lelaki setia. Mungkin yang membuat ia geram yaitu ketika kamu tak pernah memperbolehkan dia tau isi ponselmu. Kamu yang tak membalas pesannya ketika memang saat itu dia tahu kamu sedang berbalas pesan dengan wanita lain. Baiklah, apapun itu cerita dari dia, aku masih hanya bisa menenangkan tanpa menyalahkan kamu atau dia.

Entah kenapa setelah itu dia semakin jarang terlihat di warungmu. Aku masih berpikir bahwa kalian selalu baik-baik saja. Hingga suatu waktu mempertemukan kami kembali di warungmu. Dengan dalih menemani salah satu sahabatku yang lain menjalani sesi pemotretan yang berlokasi di Setjangkir Kopi, yang tak lain pula atas permintaanmu sebagai model iklan warungmu di Instagram. Pada posisi seperti itu aku yakin antara kalian memang masih baik-baik saja. Terbuktilah feelingku tersebut dengan hadirnya kamu yang menyapa hangat kami bertiga dan masih terlihat mesra dengan kekasihmu itu.

Sekian lama sudah aku meliburkan diri untuk sekedar ngopi di tempatmu. Akhirnya akupun rindu suasana ngopi. Pergilah aku ke warungmu, namun jika saja aku sendirian maka akan terasa aneh dan asing. Oleh sebab itu, aku mengajak kawan priaku, bukan pacar kok. Karna saat itu pacarku tak suka hal hal per-kopi-an dan per-cafe-an. Disaat aku mengajak beberapa teman cowokku hingga larut malam, kamupun mengejekku dengan cara khasmu. "kok ganti lagi?" dari kalimat sependek itu aku paham bahwa kamu sedang bertanya dan bergurau. Kenapa aku gonta ganti pasangan, padahal mereka sama sekali bukan pasanganku.


Sekian banyak lelaki yang kuajak ke warungmu, namun aku masih belum juga berpapasan dengan dia, kekasihmu itu. Aku bertanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi antara kalian. Pertama aku masih positif thinking tentang dia yg masih sibuk dengan perkuliahannya, dan kamu juga sepertinya sedang semangat mengerjakan skripsimu. Jadi, semua masih masuk akal jika kalian jarang bertemu di Setjangkir Kopi.

Tak lama, aku mendengar desas desus antara kalian dari mulut temanku, ya dari mbak Niki itu sendiri, kekasihmu, eh, mantan kekasihmu. Dia sedikit bercerita dengan penuh teka-teki agar aku menyimpulkan sendiri bagaimana hubungan kalian sebenarnya. Dari cerita itu aku bisa bilang, kamu dan dia sudah berakhir. Lumrah pikirku, dalam setiap hubungan ada yang gagal. Masih teringat semua ceritanya tentangmu saat itu.


Satu cerita yang masih sangat jelas kuingat sampai sekarang. Mbak Niki mendapat kejutan yang tak ia sangka-sangka, ketika ia sedang berada di suatu tempat. Tetiba saja kamu datang tanpa memberitahu sebelumnya. Mbak Niki hanya terheran sepertinya kenal dengan sosok yang ada di hadapannya itu, dan ternyata memang benar bahwa itu kamu. Menyapanya dengan cara khasmu, menemaninya berbincang, serta tak lupa pula gurauan gurauan kecil yang manis melengkapi quality-time kalian.



EITSSSSsss...... ceritanya belum selesai... Belum ada setengah perjalanan.. Sabar ya sayang...
Bersambung dulu ... 
:)

Hujan untuk Pagi

Hujan pertama untuk dia Madhuswara
Hujan pertama bagi Pagi di dunia
Hujan pertama yang menyempurna cerita
Bahwa kau ananda
Pagi yang merdu suaranya
Pagi yang jadi pelepas lelah
Pagi yang mengobati resah
Untuk bapak dan ibu lewati lika liku
Untuk kami orang tuamu
Untuk kami terus menyayangimu
Jika hujan memberi damai
Kau pun layaknya dawai
Syahdu tenang membuai


Memandang setiap raut imut
Dari wajah bulat bermulut ciut
Semakin gemas kami ingin meremas
Pipi pipi cubby si bayi Pagi

Hujan pertamamu ini
Seakan memohon agar kami
Memelukmu seperti enggan menyudahi
Membelai rambut tipis seraya menciumi
Lalu berharap mesra ini abadi

Terimakasih Ya Illahi Rabbi...
Atas kecintaan kami teruntuk kamu Pagi




Wates, Kulonprogo
02 November 2019
00.27
~isd~

Kamis, 18 Juli 2019

Cinta KU (Kamu dan akU)




https://drive.google.com/uc?export=view&id=1bxXeRC9mm-qSEJmlkqNpwR1A0jKhNYYz

dua kekasihku 😊
memiliki kalian, mempunyai kalian adalah hal yg tak ternilai .. aku bahagia bahwa kalian ada.. aku bangga bahwa kalian dicipta untuk mengisi hari hariku.. memang masih terlampau dini menjadi seorang ibu dan istri (katanya) .. namun bagiku kebahagiaan itu berawal dari diri sendiri... bukan dari orang-orang yg mendorongku menuliskan “KATANYA”...

ah apalah itu semua ...
intinya bahagiaku memiliki suami dan mendapat buah hati 
seorang suami pekerja keras, bertanggung jawab dan penyayang...
serta putri kecil nan mungil menggemaskan dengan paras yg tak jauh berbeda dengan mu suamiku.. karena ia memang anakmu, anakku, anak kita ...
cinta kita 😊😘


Muntilan, Magelang
18 Juli 2019
23.14
~isd~

Minggu, 19 Mei 2019

Sepetik Sanjung

Selalu dengan syukur ku lantunkan
Memiliki kamu yg sangat amat membahagiakan
Pekerja keras yg tak kenal lelah
Walau penuh peluh hinggapi
Kau tak pernah berkeluh
Bahkan denganku yg kau sebut istri
Aku memang masih jauh dari berhasil
Aku masih selalu harus kau bimbing
Masih harus selalu kau pimpin
Tak ada sedikitpun kecewa itu hadir
Dalam lelahmu mengais nafkah
Dalam sikapku yg mengundang amarah
Maaf, aku jadi istri pemalas
Tak memberimu hidangan mewah
Tak melayanimu selayaknya mereka
Aku tau kau inginkan lebih
Dari sekedar aku
Dari sekedar pelepas nafsu
Lagi lagi aku membisu
Dengan sadarku tentang lalai itu
Suamiku,
Sejujurnya aku ingin menjadi apa saja harapanmu..


Setjangkir Kopi

Wates, Kulonprogo
19 Mei 2019
01.32
~isd~

Sabtu, 20 April 2019

Air Mata

Menangis adalah caraku berbicara tentang kesedihan dan kebahagiaan. Walau sesak, bukan berarti menjadikan air mata ini berhenti menyeruak. Hanya sedang butuh peluk hangat atau sekedar tangan ketulusan yang menyeka setiap tetesan perasaan yang terjatuh. Aku adalah wanita pembenci kesepian. Namun sangat mencintai ketenangan. Begitu halnya dengan manusia lain yang merindukan kehidupan.

~isd~

Senin, 24 September 2018

Terhempas Sudah Harapan

Kehidupan bukan lagi hanya sekedar hidup. Ia bernafas lalu tatap tajam menggambarkan banyak harapan. Dipandangilah sekitar kemudian terlihat satu cahaya sinar. Tak secerah matahari memang, namun pancaran itu membangunkannya dari mimpi-mimpi yang selama ini masih kabur. Lirih suara sayu-sayu semakin membuka matanya. Bahwa ada lagi yang menguatkan untuk lekas beranjak dari tidur ternyaman.
Adalah sosok kecil mungil nan menggemaskan. Lengkap dengan suara tangisan khas menandakan haus akan pelukan. Senyum terindah yang menyilaukan. Benar saja, si mungil itu adalah nafas lain baginya. Kehidupan kedua baginya dan tentu saja harapan terbesarnya. Bagaimana bisa ia terlelap lagi, sedangkan waktu yang terlewati tak akan kembali. Saat-saat ketika ia sangat ingin selalu mendekap melindungi pun menyayangi. Ia menangis, seolah tak mampu mengulangi kesempatan itu lagi.

Kehangatan itu seketika sirna. Ada dekapan lain yang lebih merindunya. Sinar benderang kembali menghitam. Hanya sepatah kata terlontarkan di hembusan terakhir.
"aku masih ingin melihatmu tumbuh, maafkan bunda"

Wates, KP
24 Sept 2018
~isd~