Dua puluh satu tahun sudah aku
membagi nafasku dengan dunia, namun belum ada satupun yang menjadi jejak
keberadaanku selain kesakitan. Sakit adalah cara terhebat untuk bisa mengerti
tentang bagaimana lucunya ketika Tuhan mulai menyapa.
Tanah yang aku injak kini kian
merapuh entah karena aku yang salah melangkah atau justru alam yang sedang
bercerita. Oh, atau mungkin ia sedang dicurangi oleh nafas lain? Entahlah, kali
ini aku benar-benar merasa jenuh dengan dunia dan keduniaan. Aku memang bukan
seorang agamis yang mengatasnamakan kepercayaan demi keberadaan. Aku hanya
mencoba menjadi aku yang merdeka seperti kata Ahes kepadaku beberapa tahun yang
lalu.
Sebuah kebahagiaan tidak akan
pernah kita dapatkan jika kita tidak mampu memilih atau hanya sekedar
berpura-pura nyaman. Aku memutuskan untuk memperjuangkan kebahagiaanku
sebagaimana aku mencari arti dari kehidupanku. Berusaha kemudian mencoba
menelusuri pedihnya kenyataan teruntuk identitas yang aku sendiri masih selalu
mempertanyakan “kenapa harus aku dengan diriku?” Kenapa bukan kebebasanku
bersama bahagiaku?
Lagi, berjuta pertanyaan selalu
hinggap mengelilingi kepalaku. Bahkan lebih menyeramkan dari pada kupu-kupu
hitam yang menatapku dengan mata merahnya.
“pulanglah! Ia merindukanmu”
Sesekali terselip di antara jutaan
tanya, kapan aku akan pulang untuk sekedar menjadi semacam orang lain di
sekitar rumah. Mereka rindu, namun bukan denganku. Mereka rindu topengku. Fantasi
lain mengenai diriku yang berusaha menyelaraskan agar bisa di terima.
“KELIRU” pikirku keras dalam hati.
“Jangan mencoba menjadi orang lain
jika kamu hanya ingin diakui ada”
Aku memaki diriku sendiri setelah
ternyata selama ini tidak ada yang benar-benar aku lakukan. Sepertiga usiaku
tak lain selalu kuisi dengan beberapa kebohongan. Menganggap jika aku sudah
berjalan semestinya, padahal masih berada di tempat yang sama.
Terlambat memang jika aku baru
mampu menentukan apa yang jadi tujuanku. Selama bertahun-tahun memaksakan diri
tenang dalam lingkaran aturan konyol. Tak diberi celah sedikitpun untuk
mengintip asiknya bersenggama dengan alam. Kemudian aku mencuri kebebasanku
sendiri. Mengendap menyusup melewati batas halusinasi yang dibuat oleh mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar